Pakar HAM UMY Menilai Hilangnya Dua Demonstran sebagai Penghilangan Paksa

Rabu, 1 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pakar HAM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih. (Dok UMY)

Pakar HAM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih. (Dok UMY)

JOGJAOKE.COM, Yogyakarta – Misteri hilangnya dua demonstran, Reno Syachputra Dewo dan Muhammad Farhan Hamid, sejak Agustus 2024, menimbulkan kekhawatiran serius mengenai pelanggaran hak asasi manusia. Hingga kini, keberadaan keduanya belum diketahui, sementara ketiadaan keterangan resmi dari negara memunculkan banyak pertanyaan di masyarakat.

Pakar HAM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih, menilai kasus tersebut memenuhi unsur enforced disappearance atau penghilangan paksa. Praktik semacam itu, ujarnya, termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat yang tidak boleh dibiarkan terjadi di negara hukum.

“Kalau hanya karena demonstrasi lalu ditangkap bahkan hilang, itu jelas pelanggaran HAM. Negara tidak boleh membiarkan praktik semacam ini, apalagi jika ada dugaan keterlibatan aparat,” kata Nanik, Rabu (1/10), di Yogyakarta.

Ancaman bagi Demokrasi

Ia mengingatkan, hilangnya Reno dan Farhan bukan hanya berdampak pada keluarga, tetapi juga menciptakan rasa takut di masyarakat luas. Padahal, hak menyampaikan pendapat dijamin UUD 1945 Pasal 28E.

“Ini berbahaya bagi demokrasi. Ketika orang ingin bicara di ruang publik lalu justru hilang, masyarakat akan merasa tidak aman. Kebebasan berpendapat adalah pilar demokrasi,” ujarnya.

Nanik menegaskan, pemerintah berkewajiban melakukan investigasi cepat, menyeluruh, dan independen. Komnas HAM juga diminta aktif menelusuri keberadaan keduanya serta memastikan keterbukaan informasi kepada publik.

“Negara harus bertanggung jawab. Kalau gagal, artinya negara ingkar terhadap konstitusi,” kata Nanik.

Perlu Regulasi Tegas

Mengacu pada kasus serupa di masa lalu, Nanik menilai penting adanya regulasi yang jelas mengenai kewenangan aparat dalam menghadapi massa demonstrasi. Aturan itu harus memastikan perlindungan terhadap demonstrasi damai sekaligus mencegah tindakan sewenang-wenang aparat.

Ia juga mendorong Indonesia segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghilangan Paksa. Dengan landasan hukum tersebut, Komnas HAM akan memiliki wewenang lebih kuat untuk melakukan investigasi dan memastikan akuntabilitas negara.

Kasus Reno dan Farhan, menurut Nanik, menjadi pengingat bahwa demokrasi membutuhkan jaminan nyata atas kebebasan sipil. Tanpa penyelesaian tegas, Indonesia berisiko kembali terjerat dalam pola pelanggaran HAM yang melemahkan kepercayaan publik terhadap negara. (ihd)

Berita Terkait

Tiga Dosen UGM Diadili Perkara Korupsi Pembelian Fiktif Biji Kakao Rp6,7 Miliar
UMY Dorong Transportasi Rendah Emisi untuk Wujudkan Kota Hijau Yogyakarta
KPK Periksa Biro Haji di Yogyakarta, Korupsi Kuota Rugikan Negara Rp1 Triliun
KPK Periksa Lima Saksi di Yogyakarta Terkait Korupsi Kuota Haji
Kabar Baik untuk Masyarakat Bandar Lampung, Bumi Adil Law Firm Beri Pendampingan Hukum Gratis
Forkomsanda DIY Perkuat Sinergi Keamanan Siber Daerah dalam Tanggung Jawab Kolektif
Sultan Yogya Pilih Tanpa Patwal: Saya Bisa Nyopiri Sendiri Kok
DPRD DIY Dorong Normalisasi Bendung Widoro untuk Pulihkan Irigasi Warga Candibinangun

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 17:56 WIB

Tiga Dosen UGM Diadili Perkara Korupsi Pembelian Fiktif Biji Kakao Rp6,7 Miliar

Rabu, 22 Oktober 2025 - 16:10 WIB

UMY Dorong Transportasi Rendah Emisi untuk Wujudkan Kota Hijau Yogyakarta

Rabu, 22 Oktober 2025 - 09:25 WIB

KPK Periksa Biro Haji di Yogyakarta, Korupsi Kuota Rugikan Negara Rp1 Triliun

Selasa, 21 Oktober 2025 - 13:29 WIB

KPK Periksa Lima Saksi di Yogyakarta Terkait Korupsi Kuota Haji

Jumat, 17 Oktober 2025 - 23:04 WIB

Kabar Baik untuk Masyarakat Bandar Lampung, Bumi Adil Law Firm Beri Pendampingan Hukum Gratis

Berita Terbaru