JOGJAOKE.COM, Yogyakarta — Isu keberlanjutan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini meluas, tidak hanya mencakup pengelolaan sampah dan pariwisata, tetapi juga menyentuh persoalan energi dan transportasi. Tantangan berupa pengelolaan limbah, transportasi rendah emisi, hingga kesenjangan data masih membayangi capaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat daerah.
Hal itu disampaikan Kepala Program Magister Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Endah Saptutiningsih, M.Si., dalam forum International SDGs Collaboration Day yang mempertemukan akademisi UMY dengan Hochschule Osnabrück University of Applied Sciences, Jerman, di Kampus Terpadu UMY, Rabu (22/10/2025).
Endah menegaskan bahwa transportasi rendah emisi dan tata kelola energi efisien menjadi dua komponen penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di level regional.
“Sistem transportasi hijau adalah indikator nyata keberlanjutan. Tanpa transformasi energi dan mobilitas, SDGs hanya akan menjadi jargon tanpa dampak,” ujarnya.
Salah satu upaya menuju sistem transportasi rendah emisi di Yogyakarta adalah peluncuran Trans-Jogja E-Bus pada Mei 2025. Program ini menjadi tonggak awal pemerintah daerah dalam menekan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Evaluasi awal menunjukkan penggunaan bus listrik mampu menurunkan emisi CO₂ secara signifikan serta menghemat biaya operasional. Namun, menurut Endah, keberhasilan ini masih terbatas karena belum diikuti perluasan rute, integrasi antarmoda, dan sistem pendukung yang memadai.
“Transportasi hijau tidak bisa berdiri sendiri. Kita memerlukan electrification roadmap yang jelas, sistem tiket terintegrasi, dan insentif publik untuk mendorong peralihan dari kendaraan pribadi,” katanya.
Endah juga menyoroti dominasi sepeda motor di Yogyakarta sebagai tantangan besar dalam mewujudkan mobilitas berkelanjutan. Ia menilai perubahan perilaku masyarakat perlu berjalan seiring dengan kebijakan dan infrastruktur yang berpihak pada transportasi ramah lingkungan.
“Pemerintah dapat mendorong adopsi kendaraan listrik secara bertahap lewat subsidi, insentif pajak, dan penyediaan fasilitas pengisian daya publik. Kita bisa belajar dari Bangkok atau Seoul yang berhasil mengintegrasikan transportasi listrik dengan jaringan metro dan pembayaran digital,” tambahnya.
Sebagai perguruan tinggi yang berkomitmen pada agenda global SDGs, UMY terus berperan aktif melalui riset, inovasi, dan inisiatif di bidang transisi energi serta transportasi berkelanjutan. Kampus ini mengembangkan konsep living lab atau laboratorium hidup yang memadukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Langkah tersebut memperkuat kontribusi UMY dalam mendukung SDGs poin 7 (Affordable and Clean Energy) dan poin 11 (Sustainable Cities and Communities).
“Transportasi rendah emisi adalah wajah masa depan keberlanjutan. Jika dikembangkan secara konsisten, Yogyakarta bisa menjadi model kota hijau yang nyaman dan menginspirasi daerah lain di Indonesia,” ujar Endah.






