Potensi Penurunan Rp750 Miliar Dinilai Bisa Hambat Program Kesejahteraan Warga
JOGJAOKE.COM, Yogyakarta – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian Keuangan RI, untuk meninjau ulang kebijakan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi daerah.
Kebijakan pemangkasan dana transfer tersebut dinilai berpotensi menekan kemampuan fiskal daerah serta menghambat pelaksanaan berbagai program pembangunan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, menegaskan bahwa DAU dan DAK merupakan sumber utama pembiayaan pembangunan di DIY.
“Kami minta pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan pemangkasan dana ke daerah. Jika tidak dibatalkan, dampaknya akan langsung terasa pada pendapatan dan belanja daerah,” ujarnya, baru-baru ini.
Menurut perhitungan awal Komisi A, kebijakan tersebut dapat menyebabkan total belanja dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DIY 2026 yang semula direncanakan sebesar Rp5,5 triliun, berpotensi turun signifikan. “Penurunan bisa mencapai Rp600 hingga Rp750 miliar, termasuk dari DAK, DAU, Bantuan Dana Hibah (BDH), dan Dana Keistimewaan,” ungkap Eko.
Selain dua pos dana utama tersebut, Eko juga menyoroti penurunan Dana Keistimewaan (Danais) yang dalam tiga tahun terakhir mengalami tren menurun. Dari Rp1,4 triliun pada 2024, menjadi Rp1,2 triliun pada 2025, dan diproyeksikan hanya sekitar Rp1 triliun pada 2026. “Penurunan sekitar Rp400 miliar ini tentu akan berdampak pada pelaksanaan program peningkatan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Salah satu dampak krusial yang dikhawatirkan adalah lonjakan proporsi belanja pegawai. Berdasarkan rancangan RAPBD 2026, belanja pegawai tercatat sebesar 32,94 persen dari total belanja. Namun, jika pemotongan dana transfer tetap dilaksanakan, angka itu diperkirakan meningkat menjadi 36,2 persen.
“Jika belanja pegawai naik, ruang untuk belanja pembangunan dan pemberdayaan ekonomi rakyat akan semakin sempit,” tegasnya.
Kebijakan tersebut menimbulkan dinamika dalam pembahasan RAPBD 2026 yang akan dimulai antara Komisi A DPRD DIY dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada 13 Oktober 2025.
Sebagai langkah antisipatif, DPRD mendorong penguatan fiskal di tingkat kalurahan (desa dan kelurahan) agar dapat lebih mandiri dalam mengembangkan program pemberdayaan ekonomi dan pelayanan publik. Eko menilai, strategi ini penting untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat sekaligus menekan kesenjangan sosial di wilayah DIY. (ihd)






