JOGJAOKE.COM, Pakualaman — Pemerintah Kota Yogyakarta menegaskan komitmennya untuk menghadirkan pembangunan yang inklusif bagi seluruh warga, termasuk kelompok perempuan dan penyandang disabilitas.
Hal ini ditegaskan Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Afirmatif GEDSI (Gender Equity, Disability, and Social Inclusion) bertema Isu Disabilitas Tahun 2025 di Hotel Jambuluwuk, Kamis (16/10/2025).
“GEDSI ini bahasa canggihnya no one left behind, tidak ada satu pun warga yang tertinggal. Semua harus mendapatkan akses yang adil terhadap pembangunan,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, forum Musrenbang Afirmatif GEDSI bukan sekadar agenda seremonial, melainkan ruang penting untuk menyusun arah kebijakan yang berpihak pada kelompok rentan.
Ia menyebut, Pemerintah Kota Yogyakarta telah memiliki data penyandang disabilitas sebanyak 4.464 orang, termasuk yang memiliki disabilitas ganda. Data ini menjadi dasar perumusan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Pemerintah, lanjutnya, juga telah menempatkan satu bidan dan satu perawat di setiap kampung guna memperkuat layanan dasar dan mendata kelompok rentan.
“Kita ingin semua pelayanan publik, termasuk di Mal Pelayanan Publik, ramah terhadap penyandang disabilitas. Kalau ada warga yang kesulitan datang, petugaslah yang menjemput bola,” tegasnya.
Hasto juga membuka ruang komunikasi langsung dengan warga tanpa batas birokrasi. “Kalau ada keluhan, datang saja langsung. Saya open house tiap Rabu mulai jam lima pagi sampai jam sembilan,” katanya.
Usulan dari Komunitas Disabilitas
Dalam Musrenbang tahun ini, berbagai usulan prioritas muncul dari Forum Kemantren Inklusi (FKI) dan komunitas penyandang disabilitas.
Di antaranya, penyuluhan tentang kesetaraan dan penerimaan sosial bagi difabel di tingkat kemantren dan kelurahan, beasiswa khusus bagi peserta didik penyandang disabilitas, peningkatan aksesibilitas trotoar dan fasilitas publik, serta pelatihan kewirausahaan untuk memperkuat kemandirian ekonomi keluarga difabel.
Penguatan Layanan dan Kolaborasi
Sekretaris Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Gunawan Adhi Putra, menjelaskan, pembangunan inklusif tidak hanya berfokus pada infrastruktur, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat dan kolaborasi lintas sektor.
“Yang penting sekarang adalah memastikan hak-hak setiap warga benar-benar terpenuhi,” ujarnya.
Dinsosnakertrans juga mengembangkan Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan, yang memberikan pendampingan dan informasi terkait hak kerja bagi penyandang disabilitas maupun pemberi kerja.
Unit ini melibatkan tenaga pendamping profesional serta unsur masyarakat. Melalui ULD, pemerintah menyediakan pelatihan keterampilan seperti pijat, pembuatan aksesori, batik, hingga bakpia, untuk membentuk keluarga mandiri dan berdaya ekonomi.
“Layanan ini bisa diakses di MPP. Kami juga menyiapkan petugas khusus untuk membantu warga difabel dari awal hingga akhir proses pelayanan,” kata Gunawan.
Selain ULD, Pemkot juga mengelola Rumah Layanan Disabilitas, pusat layanan sosial yang memfasilitasi pemenuhan, perlindungan, dan pemberdayaan penyandang disabilitas.
Rumah layanan ini menyediakan bantuan hukum, kesehatan, habilitasi, serta rehabilitasi sosial sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Melalui berbagai program tersebut, Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya memastikan bahwa seluruh warganya –tanpa terkecuali– mendapat kesempatan yang sama dalam menikmati hasil pembangunan. (ihd)






