Belum Ada Kajian, Aktivis Dorong Regulasi Tegas Seperti di Jawa Tengah dan DKI Jakarta
JOGJAOKE.COM, Yogyakarta — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) masih menunggu usulan dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk memulai kajian penyusunan peraturan daerah (Perda) tentang larangan perdagangan daging anjing. Hingga kini, belum ada naskah akademik maupun kajian hukum yang menjadi dasar pembentukan aturan tersebut.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY, Cahyo Widayat, mengatakan bahwa pihaknya belum menerima dokumen resmi dari OPD terkait. “Untuk sementara kami cek, belum ada naskah akademik yang mengkaji itu. Jadi, untuk menjadi Perda tahun ini sepertinya belum bisa,” ujar Cahyo di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (29/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi viralnya video praktik perdagangan daging anjing di Kabupaten Bantul beberapa waktu lalu. Menurut Cahyo, selama belum ada Perda khusus, pengendalian sementara masih mengacu pada Surat Edaran (SE) Gubernur DIY Nomor 510/13896 tentang pengendalian perdagangan daging anjing dan hewan penular rabies lainnya.
“Surat edaran itu masih bersifat imbauan, belum bisa menjadi dasar hukum untuk penegakan. Tapi minimal sudah ada langkah pengendalian sementara,” katanya.
Belum Ada Inisiatif Formal
Cahyo menjelaskan, pengajuan rancangan Perda dapat berasal dari dua jalur, yaitu inisiatif gubernur melalui OPD atau inisiatif DPRD DIY. Biro Hukum Setda DIY hanya akan memproses rancangan yang diajukan secara resmi sesuai bidang tugas OPD terkait.
“Kalau soal perdagangan daging anjing, nanti OPD yang punya fungsi di bidang kesehatan masyarakat atau peternakan yang mengusulkan rancangan Perda itu,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa proses penyusunan Perda tidak dapat dilakukan secara instan karena harus melalui tahapan panjang, mulai dari penyusunan naskah akademik, pembahasan pasal per pasal, hingga fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri. “Mekanismenya cukup panjang, jadi kemungkinan belum bisa terealisasi tahun ini,” kata Cahyo.
Dorongan dari Aktivis
Manajer Edukasi Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI), Elsa Lailatul Marfu’ah, mendesak Pemda DIY untuk segera memperkuat regulasi yang melarang perdagangan anjing untuk konsumsi.
“Kami mengecam praktik penyelundupan dan perdagangan anjing untuk konsumsi yang kembali mencuat di Yogyakarta. Aktivitas ini tidak hanya mengabaikan kesejahteraan hewan, tetapi juga menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat,” ujar Elsa.
Elsa menilai, SE Gubernur DIY Nomor 510/13896 memang langkah awal yang baik, tetapi belum cukup kuat karena sifatnya hanya berupa imbauan. “Tanpa dasar hukum yang mengikat, praktik ini sulit diberantas,” katanya.
Menurut dia, pemerintah daerah bisa mencontoh langkah Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta, yang telah lebih dahulu mengatur pelarangan perdagangan dan konsumsi daging anjing.
Belajar dari Daerah Lain
Pada 2023, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan menerbitkan Surat Edaran Nomor 440/0007 yang secara tegas melarang penjualan, pemotongan, dan konsumsi daging anjing di wilayahnya. Kebijakan ini kemudian diikuti oleh sejumlah kabupaten/kota seperti Semarang, Sukoharjo, dan Karanganyar dengan peraturan daerah turunan yang melibatkan aparat penegak hukum dan dinas kesehatan.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah lebih dahulu menetapkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Hewan, yang menjadi dasar hukum bagi aparat untuk menindak perdagangan daging anjing. Perda tersebut melarang penyembelihan hewan peliharaan untuk konsumsi manusia dan memberikan sanksi administratif bagi pelanggar.
“Yogyakarta perlu belajar dari daerah lain yang sudah tegas melindungi hewan peliharaan sekaligus melindungi masyarakat dari risiko penularan rabies,” kata Elsa.
Menurut data DMFI, lebih dari 12.000 anjing diperdagangkan setiap bulan di Pulau Jawa untuk dikonsumsi, dengan sebagian besar berasal dari daerah-daerah tanpa regulasi larangan. “Tanpa Perda yang jelas, praktik ini akan terus berulang,” ujarnya.
Langkah Selanjutnya
Pemda DIY, menurut Cahyo, tetap membuka ruang bagi OPD dan DPRD untuk mengajukan inisiatif penyusunan Perda tersebut. “Kalau sudah ada kajian dan naskah akademik, tentu akan kami proses sesuai mekanisme,” katanya.
Meski masih tahap awal, sejumlah pihak berharap DIY dapat segera memiliki dasar hukum yang tegas untuk menghentikan perdagangan daging anjing. “Regulasi ini penting bukan hanya demi kesejahteraan hewan, tapi juga untuk menjaga citra Yogyakarta sebagai daerah budaya yang menjunjung nilai kemanusiaan,” ujar Elsa. (ihd)

 
					





 
						 
						 
						 
						