JOGJAOKE.COM, Yogyakarta – Ada satu kata yang menjadi sorotan dunia internasional ketika Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidatonya dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pekan ini. Kata itu adalah “Shalom”, yang meluncur di pengujung pidatonya.
Bagi publik Indonesia, salam itu biasa saja. Presiden menutup dengan rangkaian salam nasional: Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om shanti shanti shanti om, Namo Buddhaya. Namun, bagi media internasional, terutama Israel, ucapan itu punya gema yang lebih luas.
Harian The Times of Israel menuliskan tajuk yang gamblang: “At UN, Indonesian president says guaranteeing Israel’s security is key to peace, ends speech with, ‘Shalom’.” Media tersebut menekankan dua hal: Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dan fakta bahwa Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan dunia harus menghormati hak Israel untuk hidup aman. “Kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita dapat mencapai perdamaian sejati,” ujarnya.
Di sisi lain, Prabowo menambahkan, jika Israel mengakui Palestina, “Indonesia akan segera mengakui Negara Israel.” Pernyataan ini, menurut pengamat hubungan internasional, membuka ruang baru bagi diplomasi Indonesia di kawasan yang selama puluhan tahun dirundung konflik.
Tak berhenti di situ, Prabowo juga menyatakan kesiapan Indonesia mengirim hingga 20.000 personel pasukan penjaga perdamaian PBB untuk membantu mengamankan Gaza. “Kami percaya pada PBB. Kami akan terus melayani di mana perdamaian membutuhkan penjaga—bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan pasukan di lapangan,” katanya.
Pidato itu menegaskan garis sikap Indonesia: perdamaian tidak boleh lahir dari kekuatan semata. “Indonesia menginginkan perdamaian yang menunjukkan bahwa kekuatan tidak dapat menghasilkan kebenaran,” ujarnya.
Dan kata penutup “Shalom”—bersanding dengan salam dari berbagai agama di Indonesia—menjadi simbol yang dibaca dengan tafsir berbeda di panggung dunia. Sebuah kata sederhana, yang bisa membuka babak baru diplomasi Indonesia. (ihd)