JOGJAOKE.COM, Jakarta – Sejumlah akademisi, penyelenggara pemilu, dan anggota legislatif menyuarakan urgensi penataan ulang sistem pemilihan umum di Indonesia untuk mengatasi berbagai persoalan krusial yang mengancam kedaulatan rakyat.
Seruan ini mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk “Penataan Sistem Pemilu di Indonesia: Menjaga Daulat Rakyat” yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Jumat, 5 September 2025, di Hotel Jayakarta.
Seminar ini menghadirkan pembicara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan kalangan pemerhati pemilu.
Para pembicara secara kolektif menyoroti mengapa reformasi sistem pemilu mendesak untuk dilakukan.
Latar belakangnya adalah kompleksitas penyelenggaraan, tingginya biaya politik yang memicu korupsi, serta representasi politik yang dinilai belum substantif.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa sistem proporsional terbuka saat ini telah melahirkan kompetisi yang tidak sehat dan politik berbiaya tinggi, sehingga representasi gagasan dikalahkan oleh kekuatan modal. Hal ini mengancam fungsi utama parlemen sebagai wadah aspirasi rakyat.
Anggota KPU RI, Dr. Idham Holik, memaparkan bagaimana lanskap hukum pemilu telah berubah secara dramatis pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya adalah Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), yang dinilai MK melanggar moralitas dan kedaulatan rakyat5.
Idham juga menyinggung Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 yang mengamanatkan pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah. Perubahan fundamental ini membuka jalan bagi penataan sistem yang lebih adil dan rasional.
Dari sisi etika, Anggota DKPP RI Dr. Ratna Dewi Pettalolo memberikan catatan tajam mengenai tantangan integritas penyelenggara pemilu.
Menurutnya, Pemilu 2024 menjadi refleksi pergeseran isu dari pelanggaran hukum ke pelanggaran etika, yang menuntut penguatan kelembagaan secara serius.
Ia mengusulkan pembangunan Sistem Etika Nasional untuk memastikan penyelenggara pemilu di semua tingkatan tegak lurus pada demokrasi dan kode etik.
Strategi ini dianggap krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Seminar ini menghasilkan rekomendasi strategis yang akan dirumuskan dalam sebuah policy brief untuk diserahkan kepada para pemangku kebijakan.
Para peserta sepakat bahwa penataan sistem pemilu tidak bisa lagi ditunda. Langkah konkret yang harus diambil meliputi evaluasi sistem proporsional, efisiensi teknis penyelenggaraan melalui adopsi teknologi yang akuntabel, serta reformasi internal partai politik untuk memperbaiki kaderisasi dan menekan mahar politik.(*)